Jumat, 29 Oktober 2010

Sejarah kesultanan Banten

Sejarah Kesultanan Banten

Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.

Sejarah

Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.

Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.

Puncak kejayaan

Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.

Masa kekuasaan Sultan Haji

Pada jaman pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC. seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung.

Penghapusan kesultanan

Kesultanan Banten dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles. Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh Gubernur-Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun 1808.

Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 - 1692) adalah putra Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah. Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang). Ia dimakamkan di Mesjid Banten.

Riwayat Perjuangan

Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651 - 1682. Ia memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.

Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan dan penasehat sultan.

Ketika terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan de Saint Martin.


Daftar pemimpin Kesultanan Banten


  • Sunan Gunung Jati
  • Sultan Maulana Hasanudin 1552 - 1570
  • Maulana Yusuf 1570 - 1580
  • Maulana Muhammad 1585 - 1590
  • Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir 1605 - 1640 (dianugerahi gelar tersebut pada tahun 1048 H (1638) oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu.)
  • Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1640 - 1650
  • Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1680
  • Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) 1683 - 1687
  • Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
  • Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
  • Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
  • Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)
  • Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
  • Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
  • Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
  • Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)
  • Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
  • Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
  • Aliyuddin II (1803-1808)
  • Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
  • Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
  • Muhammad Rafiuddin (1813-1820)

Sejarah Propinsi Banten

Beberapa tokoh masyarakat Banten seperti Aly Yahya dan Triana Syam'un dan Nina Herlina Lubis MS, mengusulkan kepada Pansus I DPRD Banten agar menetapkan tanggal 4 Oktober 2000 sebagai hari jadi Provinsi Banten, pertimbangannya, sebab hari tersebut persis secara resmi diundangkannya Undang-undang nomor 23/2000 tentang pembentukan Provinsi Banten.

Hal tersebut terungkap ketika mengikuti diskusi panel kajian hari jadi Provinsi Banten yang dilaksanakan Pansus Satu DPRD Banten di Hotel Patrajasa Anyer, Senin (16/6).

Menurut Aly Yahya sebenarnya ada tiga momen pilihan yang menjadi pertimbangan untuk dijadikan hari jadi Provinsi Banten, ketiga momen itu adalah tanggal empat Oktober 2000, 17 Oktober 2000 dan 18 November 2000.

"Dari ketiga pilihan itu saya lebih sepakat untuk yang tanggal empat Oktober 2000, karena terbentukan Provinsi ini bukan pada diundangkannya oleh Pemerintah, tetapi ketika RUU 23/2000 itu disahkan menjadi Undang-undang, sebab tanpa disahkan DPR RUU itu tidak mungkin diundangkan pemerinatah," ujar Aly Yahya.

Sedangkan menurut Nina Herlina, dalam menentukan hari jadi suatu Provinsi itu harus mengacu kepada kapan waktu secara yuridis formal daerah itu resmi disebut sebagai Provinsi, selain itu hari jadi suatu Provinsi juga harus merupakan sesuatu yang pantas diingat karena mempunyai nilai dan sebagai simbol dari suatu provinsi.

"Berdasarkan hal itu maka saya sampaikan bahwa hari jadi Provinsi Banten adalah tanggal empat Oktober 2000, karena pada waktu itu secara resmi nama Provinsi untuk Banten dipakai," ungkap Herlina.

Pada tanggal itu pula kata Nina, semua syarat penentuan hari jadi Provinsi Banten terpenuhi, karena bisa dipertanggungjawabkan dan memiliki kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Banten.

Triana Syam`un yang tidak bisa menghadiri acara itu sempat mengirimkan surat untuk Pimpinan Dewan dan Koordinator Pansus Satu, yang isinya mengusulkan tanggal empat Oktober 2000 sebagai hari jadi Provinsi Banten, karena pada waktu itu disahkannya RUU Provinsi Banten.

Pendapat lain muncul dari Ketua STAIN "SMHB" Serang Prof Dr HMA Tihami MA yang mengusulkan penetapan hari jadi Provinsi Banten pada tanggal 18 Oktober 1525, sebab pada waktu itu kesultanan Banten secara remi berdiri.

"Seperti DKI Jakarta dan Kabupaten Serang yang mengambil hari jadinya bukan pada waktu pembentukan Provinsi dan Kabupaten, maka kongkrit usulan saya hari jadi Provinsi Banten itu pada tanggal 18 Oktober 1525, untuk itu peringatan hari jadi Banten tahun ini yang ke 478," ujar Tihami.

Sebelumnya, Tihami juga mengusulkan beberapa pilihan yang akan ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Banten antara lain, tahun 1526 sebagai tahun pindahnya kraton Banten dari Banten Girang ke Surosowan, namun itu sudah dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Serang, tahun 1817 sebagai awal berdirinya karesidenan Banten dan tahun 2000 awal berdirinya Provinsi Banten.

Usulan Tihami itu mendapat dukungan dari Tokoh Masyarakat Banten lainnya Tb H Chasan Sochib, menurutnya dalam menentukan hari jadi Provinsi Banten itu harus dimulai darin awal berdirinya Kesultanan Banten, sebab cikal bakal Provinsi Banten itu berawal dari sana.

Ketua Pansus Satu DPRD Banten Drs Nazir ketika ditemui seusai mengikuti diskusi mengatakan bahwa dalam internal Pansus Satu sendiri mayoritas suara mendukung tanggal empat Oktober 2000 sebagai hari jadi Provinsi Banten.